TEORI PEMBELAJARAN IPA MENURUT JEAN PIAGET
1. Deskripsi Jean Piaget
Piaget mempunyai nama lengkap Jean Piaget, lahir di
Swiss tepatnya di Neuchatel pada tahun 1896. Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, Inteligensi Piaget pernah bekerja sama di Binet
Testing Laboratory di Paris, dimana ia ikut dalam membantu menyusun standart
tes kecerdasaan. Ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari
pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan
datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada
seberapa jauh anak-anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan
lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku
sebagai pemberi informasi. Kecenderungan anak-anak SD beranjak dari hal-hal yang konkrit, memandang
sesuatu kebutuhan secara terpadu.
2. Teori Belajar Menurut Piaget
Menurut Slavin dalam (Nur :1998:27) implikasi dari teori Piaget dalam pembelajaran adalah
sebagai berikut :
a.
Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak
tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus
memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
b.
Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang
penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan
pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak
diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri
melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
c.
Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan
untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
d.
Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan
perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui
urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang
berbeda
Pendekatan laboratorium Binet dalam melakukan
pengetesan adalah menggunakan sejumlah pernyataan tes, yang kemudian disajikan
kepada anak berbagai usia. Nilai kecerdasan anak dihitung berdasarkan jawaban
benar dari anak usia tertentu. Dalam menyusun standar tes kecerdasan, Piaget mencatat sesuatu yang berpengaruh besar tehadap
teori perkembangan intelektualnya. Dia menemukan bahwa jawaban yang salah untuk
pertanyaan tes adalah lebih informatif daripada jawaban yang benar. Dia mengamati bahwa kesalahan yang serupa dibuat oleh
anak yang usianya kira-kira sama dan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak usia
tertentu berbeda secara kualitatif dengan jenis kesalahan yang dibuat oleh anak
usia yang berbeda. Pieget mengamati lebih jauh bahwa sifat dasar dari kesalahan
ini tidak dapat dijelasakan secara memadai dalam situasi tes yang sanagat
teratur dimana anak menjawab pertanyaan secara benar dan salah. Piaget
mengunakan Clinical Metode (metode klinis) yang berupa pertanyaan terbuka,
dengan menggunakan metode klinis pertanyaan-pertanyaan Piaget akan menentukan
pertanyaan si anak, jika anak mengatakan sesuatu yang menarik, Piaget akan
menyusun sejumlah pertanyaan yang dirancang untuk mengekplorasi pertanyaan itu
secara lebih mendalam. Diatas kita telah menyinggung bahwa Piaget menentang
pendefenisian intelengensi dalam jumlah item yang dijawab dengan benar dalam
tes intelegensi menurut Piaget tindakan yang cerdas adalah tindakan yang
menimbulkan kondisi yang mendekati optimal untuk kelangsungan organisme, dengan
kata lain intelegensi memungkinkan organisme untuk menangani secara efektif
lingkungannya, karena lingkungan dan organisme senantiasa berubah, sebuah
interaksi yang cerdas antara keduanya terus-menerus berubah. Sebuah tindakan
yang cerdas selalu cendrung menciptakan kondisi optimal untuk survival
organisme didalam situasi yang sedang dialaminya, jadi menurut Piaget
intelegensi adalah ciri bawaan yang dinamis, sebab tindakan yang cerdas akan
berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan mendapat pengalaman
menurut Piaget bagian integral dari setiap organisme karena semua organisme
yang hidup mencari kondisi yang kondusif untuk kelangsungan hidup mereka, namun
bagaimana kecerdasan memanifestasikan dirinya pada waktu tertentu akan selalu
berfariasi sesuai kondisi yang ada.
Teori Piaget sering disebut sebagai Genetik
Epistemologi (epistemologi genetik) karena teori ini berusaha melacak
perkembangan kemampuan intelektual. Perlu dijelaskan bahwa disini istilah genetik mengacu pada
pertumbuhan developmental bukan warisan biologis. Skemata Seoarang dilahirkan dengan sedikit reflek yang
terorganisir, seperti melihat, menggapai, dan memegang. Alih-alih mendiskusikan
kejadian individual dari reflek ini, Piaget lebih memilih berbicara tentang
potensi umum untuk melakukan hal-hal seperti mengusap, menatap, manggapai, atau
memegang. Potensi untuk bertindak dengan cara tertentu disebut sebagai Shcema
(Schemata:jamak). Misalnya, skema memegang adalah kemampuan umum untuk memegang sesuatu, skema lebih dari sekedar manifestasi refleksi memegang saja. Skema memegang dapat dianggap sebagai struktur kognitif
yang membuat semua tindakan memegang bisa memungkinkan. Dengan kata lain Skema
adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi diri
terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual atau Skema adalah potensi umum untuk melakukan suatu kelompok
prilaku, dan isi mendepkripsiakan kondisi-kondisi yang berlaku sama terjadi
manifestasi potensi umum. Sedangkan adaptasi terdiri atas proses yang saling
mengisi antara asimilasi dan akomodasi. Ketika setiap tindakan memegang
tertentu akan diamati atau dideskripsikan, maka seorang meski berbicara dalam
term respon spesifik terhadap stimuli spesifik. Aspek manifestasi partikular
dari skema ini dinamakan konteks (isi). Berikut ini beberapa teori belajar menurut Jean
Piaget:
a) Asimilasi
Proses merespon lingkungan sesuai dengan struktur
kognitif seseorang dinamakan Assimilalation (asimilasi), yakni jenis percocokan
atau penyesuaian antara strutur kognitif dengan lingkungan fisik. Struktur
kognitif yang eksis pada momen tertentu akan dapat diasimilasikan oleh
organisme. Misalnya, jika skema mengisap, menatap, menggapai dan memegang sudah tersedia bagi anak,
maka segala sesuatu yang dialami anak akan diasimilasikan ke skema itu. Saat struktur kognitif berubah, maka anak
mungkin bisa mengasimilasikan aspek-aspek yang berbeda dari lingkungan fisik.
Asimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi
seseorang mengintegrasikan bahan-bahan persepsi atau stimulus ke dalam skema
yang ada atau tingkah laku yang ada. Proses ini bersifat
subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau
informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada
sebelumnya. Asimilasi berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memperoses
satu stimulus saja,
melainkan memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak
menghasilkan perubahan skemata, tetapi asimilasi mempengaruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi
adalah bagian dari proses kognitif, dengan proses itu individu secara kognitif megadaptasi diri terhadap lingkungan
dan menata lingkungan itu.
b) Akomodasi
Accommodation (akomodasi), proses memodifikasi struktur kognitif. Akomodasi dapat diartikan sebagai
penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama. Asimilasi dan akomodasi
terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan perkembangann
kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut oleh
Piaget adalah keseimbangan. Setiap pengalaman yang dialami sesesorang akan
melibatkan asimilasi dan akomodasi. Kejadian-kejadian yang berkorespondensi dengan
skemata organisme membutuhkan akomodasi. Jadi, semua pengalaman melibatkan dua
proses yang sama-sama penting: pengenalan, atau pengetahuan yang berhubungan
proses asimilasi dan akomodasi yang menghasilkan modifikasi struktur kognitif. Modifikasi ini dapat disamakan dengan proses belajar.
Dengan kata lain, kita merespon dunia berdasarkan pengalaman kita sebelumnya
(asimilasi), tetapi setiap pengalaman memuat aspek-aspek yang berbeda dengan
pengalaman yang kita alami sebelumnya. Aspek unik dari pengalaman ini
menyebabkan perubahan dalam struktur kognitif kita (akomodasi). Akomodasi
karenanya menyediakan sarana utama bagi perkembangan intelektiual.
c) Ekuilibrasi
Piaget berasumsi bahwa semua organisme punya tendensi
bawaan untuk menciptakan hubungan harmonis antara dirinya dengan lingkungannya.
Dengan kata lain, semua aspek dari organisme diarahkan menuju adaptasi yang
optimal. Ekuilibrasi (penyeimbangan) adalah tendensi bawaan untuk
mengorganisasikan pengalaman agar mendapatkan adaptasi yang maksimal.
Ekuilibrasi diartikan secara sederhana sebagai dorongan terus-menerus ke arah
keseimbangan atau ekuilibrium. Asimilasi memungkinkan organisme untuk merespon
situasi sekarang sesuai dengan pengetahuan sebelumnya. Karena aspek unik dari
situasi ini tidak dapat direspon berdasarkan pengetahuan sebelumnya, maka aspek
unik atau baru dari pengalaman ini akan menyebabkan sedikit ketidakseimbangan
kognitif. Karena ada kebutuhan untuk mencapai harmoni (ekuilibrium), struktur
mental organisme berubah agar dapat memasukkan aspek unik dari pengalaman ini
dan menyebabkan upaya penyeimbangan kognitif kembali. Tetapi selain usaha
memulihkan keseimbangan, penyesuain ini membuka jalan bagi interaksi baru dan
berbeda dengan lingkungan. Akomodasi tersebut menyebabkan perubahan struktur
mental, sehingga jika aspek lingkungan yang sebelumnya unik kemudian dijumpai
lagi, aspek itu tidak akan menimbulkan ketidakseimbanagn; yakni aspek itu akan
mudah diasimilasikan ke dalam strutur kognitif organisme. Selain itu, tatanan
kognitif ini membentuk basis untuk akomodasi yang baru, sebab akomodasi selalu
muncul dari ketidakseimbangan, dan yang menyebabkan ketidakseimbangan itu
selalu terkait dengan struktur kognitif organisme saat ini. Secara bertahap,
melalui proses penyesuaian diri.Informasi yang pada satu waktu tidak bisa diasimilasi,
pada akhirnya bisa diasimilasi. Mekanisme asimilasi dan akomodasi, dan kekuatan
penggerak ekuilibrasi, akan menghasilkan pertumbuhan intelektual yang pelan
tapi pasti. Proses ini dapat digambar sebagai berikut: Lingkungan Struktur
kognitif Persepsi Belajar Asimilasi Akomodasi
Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan
karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara
aktif mengkonstruksi pengetahuannya.
d) Interiorisasi
Setelah struktur kognitif makin luas, anak-anak mampu
merespon situasi yang lebih kompleks. Mereka juga tidak lagi terlalu bergantung
pada situasi sekarang. Misalnya mereka mampu ”memikirkan” objek yang sebelumnya
tidak mampu mereka pikirkan. Apa yang kini dialami anak adalah fungsi dari
lingkungan fisik dan struktur kognitifnya, yang merefleksikan akumulasi
pengalaman sebelumnya. Penurunan ketergantungan pada lingkunagan fisik dan
meningkatnya penggunaan struktur kognitif ini dinamakan Interiorization
(interiorisasi).
3. Prinsip Pembelajaran Menurut Jean Piaget
Tiga prinsip utama pembelajaran yang dikemukakan
Piaget, antara lain:
a.
Belajar aktif
Proses pembelajaran adalah proses aktif, karena
pengetahuan terbentuk dari dalam subyek belajar. Untuk membantu perkembangan
kognitif anak, perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak
belajar sendiri, misalnya: melakukan percobaan sendiri; memanipulasi simbol-simbol;
mengajukan pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri; membandingkan penemuan
sendiri dengan penemuan temannya.
b.
Belajar lewat interaksi sosial
Dalam belajar perlu diciptakan suasana yang
memungkinkan terjadinya interaksi di antara subyek belajar. Menurut Piaget
belajar bersama baik dengan teman sebaya maupun orang yang lebih dewasa akan
membantu perkembangan kognitif mereka. Karena tanpa kebersamaan kognitif akan
berkembang dengan sifat egosentrisnya. Dan dengan kebersamaan khasanah kognitif
anak akan semakin beragam.
c.
Belajar lewat pengalaman sendiri
Dengan menggunakan pengalaman nyata maka
perkembangan kognitif seseorang akan lebih baik daripada hanya menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi. Berbahasa sangat penting untuk berkomunikasi namun
jika tidak diikuti oleh penerapan dan pengalaman maka perkembangan kognitif
seseorang akan cenderung mengarah ke verbalism
4. Tahap Perkembangan Belajar Menurut Jean Piaget
1) Sensorimotor
Stage (Umur 0-2 tahun)
Pada tahap ini, anak berinteraksi aktif dengan
lingkungannya. Masa ini, masa untuk kemampuannya mulai mengartikan dunia yang
mereka lihat. Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh
melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Pada
mulanya pengalaman itu bersatu dengan diri anak, ini berarti bahwa suatu objek
itu dianggap ada bila berada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ialah mulai berusaha untuk mencari objek yang mulanya
terlihat kemudian menghilang dari pandangannya, asal perpindahannya terlihat.
Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut
tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari diri sang anak dan
bersamaan dengan itu, konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai
dikatakan matang. Dalam arti ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam simbol-simbol,
misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll.
Intinya, pada masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang objek
yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dengan indranya
saja. Piaget (1952) mengatakan, bahwa ada dua proses yang bertanggungjawab atas
cara anak menggunakan dan mengadaptasi skema mereka pada sensorimotor ini yaitu
asimilasi dan akomodasi. Contoh, seorang anak berumur 2 tahun diberi sebuah
pulpen untuk menuliskan sesuatu. Dia belum pernah menggunakan pulpen
sebelumnya. Ia hanya memperhatikan orang lain sebagaimana mestinya menggunakan
sebuah pulpen. Maka ia pun tahu menggunakannya dengan memegang batangnya secara
vertikal dan mengoyang-goyangkan membentuk suatu pola (Asimilasi). Namun,
karena baru pertama kali ia menulis maka yang terbentuk hanyalah
coretan-coretan biasa. Disinilah perlu penyesuaian gerakan pulpen yang tepat
mebentuk suatu pola yang berarti. (Akomodasi). Tahap Sensorimotor stage ini
masih terbagai menjadi 6 sub-stages, yaitu:
a. Tahap Refleks (umur 0–1 bulan)
Anak mulai mengembangkan kemampuan refleksnya (terjadi
secara spontan, tidak sengaja dan tidak terbedakan). Anak belum dapat
membedakan jenis-jenis rangsangan, ia akan menggenggam dan mengisap apapun yang
dekat dengannya. Dalam teori perkembangan kognitif Piaget, Dr. paul suparno;
pada tahap ini anak melakukan gerakan menyusu, berarti telah melakukan
asimilasi fungsional (melatih diri agar fungsi mennyusunya berjalan dengan baik.), melakukan asimilasi yang
reproduktif, General Assimilation (skema “mengisap” diperluas tidak hanya
sebatas menghisap susu ibu, tapi benda-benda lain didekatnya) dan asimilasi
rekognitif dimana anak atau bayi mulai membedakan dan mengenal benda-benda yang
diisap. Ciri sub-tahap ini, belum mempunyai konsep benda, konsep ruang masih
bersifat fragmentaris, dan konsep kausalitas anak juga masih egosentris. Tindakan
seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara
refleks.
b. Tahap Kebiasaan
Pada umumnya, anak mulai
muncul kebiasaan yang ia interpretasikan dari apa yang ia perhatikan dari
lingkungannya (lewat pendengaran atau pengelihatan ). Ciri sub-tahap ini
adalah:
·
Anak mulai meniru (imitasi,”suatu ungkapan bayi untuk
mengenal realitas dan berinteraksi dengan dunia secara
aktif”)
·
Konsep benda sudah mulai berkembang
·
Konsep ruang ada, yaitu mengikuti benda-benda yang bergerak atau yang bersuara
·
Konsep kausalitas belum banyak berkembang
c. Tahap ini muncul
antara usia 4-9 bulan dan
berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. Ciri
pada sub tahap ini:
·
Konsep benda ada, anak dapat mengantisipasi secara
visual letak sebuah benda.
·
Konsep ruang berkembang, misal dalam kegiatan menyusu seorang bayi telah mengkoordinasikan ruang gerak mulut
dan jamahan tangannya pada putting susu ibu.
·
Konsep kausalitas ada tapi masih egosentris
d. Tahap ini muncul
dari usia 9-12 bulan, saat
berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau
kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). Ciri
sub tahap ini:
·
Konsep benda ada, anak dapat mencari suatu benda yang
disembunyikan sepanjang masih dalam pengelihatannya
·
Konsep ruang berkembang
·
Konsep kausalitas ada, disini anak sadar untuk pertama kalinya bahwa objek lainya dapat menyebabkan
aktivitas tertentu.(wadsworth) (anak digelitik, maka ia akan tertawa)
e. Tahap Eksperimen
Tahap ini muncul dalam usia 12-18 bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan
cara-cara baru untuk mencapai tujuan dengan cara
mencoba-coba (eksperimen). Ciri pada sub tahap ini:
·
Konsep benda mulai maju dan lengkap. Misal anak dapat
memperhitungkan perpindahan berurutan suatu objek.
·
Konsep ruang ada. Misal pada sub tahap ini anak mulai
mengerti ada hubungannya anatara benda-benda dalam suatu ruangan.
·
Konsep kausalitas semakin berkembang. Anak semakin
sadar bahwa orang lain dan juga benda lain dapat menjadi penyebab suatu
tindakan.
f. Tahap Representasi (umur 18–24 bulan)
Pada sub tahap ini dimulai
sebuah representasi simbolik terutama tentang wawasan dan kreativitas. Ciri
pada sub tahap ini:
·
Konsep benda sudah maju. Reprenstasi ini mebiarkan
anak untuk mencari dan menemukan objek-objek yang sunguh-sungguh disembunyikan.
·
Konsep ruang ada. Disini anak sadar akan gerakan suatu
benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu tidak kelihatan lagi.
·
Konsep kausalitas. Anak sadar akan apa yang dialihat
tak mampu ia lakukan sehingga mencari jalan lain untuk menyelsaikannya secara
sangat sederhana.
Kemampuan
anak pada tahap perkembangan ini
antara lain:
a.
Melihat
dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek disekitarnya.
b.
Mencari
rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
c.
Suka
memperhatikan sesuatu lebih lama.
d.
Mendefinisikan
sesuatu dengan memanipulasinya.
e.
Memperhatikan
objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.
2) Pre-Operational
Period (umur 2–7)
Berdasarkan dari rangkaian observasi dari Piaget, ia
mendemonstrasikan bahwa diakhir tahun kedua anak terdapat perkembangan fungsi
psikologinya. Mulai memiliki pengetahuan fisik mengenai sifat-sifat benda dan mulai
memahami tingkah laku dan organisme dalam lingkungannya. Tidak berfikir balik,
Tidak berfikir tentang bagian-bagian dan keseluruhan secara serentak, Mempunyai
pandangan subyektif dan egosentrik. Pada tahap ini,
penggunaan simbol dan istilah jauh lebih luas daripada tahap sensorik
motorik. Pola pikir bersifat insting, yaitu anak belum mampu menalar
dengan menggunakan hukum logika sebab-akibat. Ia mengetahui tepat nama dan apa
yang dapat dilakukan terhadap sesuatu objek, tetapi ia tidak mengetahui
klasifikasi objek.
Contohnya,
pada hal yang berhubungan dengan bola ia mengetahui tepat cara memainkan bola yaitu, melempar, memantulkan,
menagkap, dan seterusnya. Namun, ia tidak mengetahui bahwa bola tersebut
merupakan alat olahraga, melainkan menggapnya sebagai mainan.
Pemikiran pra-operasional bisa dibagi lagi menjadi dua
sub-tahap:
a. Fungsi Simbolis
(2-4 tahun)
Dalam sub-tahap ini, anak kecil secara mental mulai bisa
merepresentasikan objek yang tak hadir. Ini memperluas dunia mental anak hingga
mencakup dimensi-dimensi baru. Penggunaan bahasa yang mulai berkembang dan
kemunculan sikap bermain adalah contoh lain dari peningkatan pemikiran simbolis
dalam sub-tahap ini.
Contoh, anak kecil mulai mencoret-coret gambar orang, rumah, mobil, awan, dan
banyak benda lain dari dunia ini. Anak melihat kapal ataukah heli. Dan karena
penasaran dan keingintahuannya ia pun meniru kapal itu dengan merentangkan
tangannya. Mungkin karena anak kecil tidak begitu peduli pada realitas, gambar
mereka tampak aneh dan tampak khayal. Fungsi semiotic atau simbolis ini nampak
jelas dalam lima gejala yaitu:
·
Imitasi tak langsung.
Kemampuan anak untuk
menirukan suatu objek atau kejadian dari apa yang telah ia alami sebelumnya
secara tak langsung. Misal, anak diajak pergi ke pasar. Ia melihat banyak barang dagangan. Hasil
interpretasinya ini ialah ia dapat beramaian pasar-pasaran, berdagang-dagangan
dengan baranga-barang hasil tiruan dari apa yang telah ia perhatikan
sebelumnya.
·
Permainan Simbolis
Permainan yang berupa simbol-simbol saja dan masih bersifat imitative, yaitu
meniru objek atau kejadian yang pernah dialami.
·
Menggambar
Mengambar dalam tahap ini
berarti merupakan jembatan antara permainan simbolis dan gamabaran mental. Unsur
permainan simbolis terletak apada segi kesenangannya, sementara unsur gamabaran
mental terletak pada usaha anak untuk mulai meniru sesuatu yanga real.
·
Gambaran Mental
Gambaran mental adalah
penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengelaman yang lampau dan sifatnya masih statis.
·
Bahasa Ucapan
Disini anak menggunakan
suara atau bahasa untuk merepresentasi sebuah benda atau kejadian. Perkembangan bahasa ini sangat memperlancar
perkembangan konseptual anak dan juga kognitif anak tentunya.
Tahap pra operasional ini dapat
dibedakan atas dua bagian
yaitu:
1.
Tahap pra konseptual
(2-4 tahun)
Dimana representasi
suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan. Pada tahap ini, anak-anak mulai membentuk konsep sederhana. Mereka
mulai mengklasifikasi benda-benda dalam kelompok tertentu berdasarkan
kemiripannya, tetapi mereka banyak melakukan kesalahan lantaran konsep mereka itu.
Jadi, semua lelaki adalah ayah dan semua perempuan adalah ibu dan semua mainan
adalah milikku. Logika mereka tidak induktif ataupun deduktif , namun
transduktif. Contoh dari penalaran transduktif adalah sapi adalah hewan besar
dengan kaki empat. Hewan itu besar dan punya empat kaki, karena hewan itu adalah sapi.
2.
Tahap intuitif (4-7
tahun).
Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan
pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.
Karakteristik anak pada tahap ini
adalah sebagai berikut:
·
Anak
dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman
pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang
miliknya dipegang oleh orang lain.
·
Anak
belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan
pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka masih bersifat
irreversible.
·
Anak
belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus, dan belum
mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.
·
Anak
juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak
seperti berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian
sebenarnya dengan imajinasi mereka.
·
Anak
belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
·
Menjelang
akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai.
Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu
sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkrit
3) Concrete Operations
(sekitar 7-12 tahun).
Dalam tahap ini anak mulai memandang dunia secara
obyektif, mulai berfikir secara operasional, membentuk hubungan aturan-aturan,
prinsip ilmu sederhana dan mempergunakan hubungan sebab-akibat, memahami konsep
substansi, volume, panjang lebar luas dan berat. Tetapi selama tahap ini proses pemikiran diarahkan
pada kejadian riil yang diamati oleh anak. Anak dapat melakukan operasi problem
yang agak kompleks selama problem itu konkret dan tidak abstrak.
Pola
pikir egosentris digantikan dengan pola pikir operasional yang mengacu pada
suatu perbuatan terhadap berbagi benda dan peristiwa berdasarkan informasi yang
luas dari luar dirinya. Secara konseptual, anak mulai mampu melihat dan
mempersepsi berbagai hal dari perspektif orang lain. Proses berpikirnya mulai
logis. Anak mampu membuat susunan serial, menyusun, dan mengelompokkan berbagai hal berdasarkan
karakteristiknya yang sama atau serupa.
Contohnya
: alat olahraga adalah bola, kok, bola tenis, raket, dan lain-lain.
Ciri-ciri operasi konkret yang
lain, yaitu:
a.
Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh.
Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat
menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang dialami.
b. Bilangan
Dalam percobaan Piaget, ternyata anak
pada tahap praoperasi konkret belum dapat mengerti soal korespondensi satu-satu
dan kekekalan, namun pada tahap tahap operasi konkret, anak sudah dapat
mengerti soal korespondensi dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini
berarti konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.
c.
Seriasi
Proses seriasi adalah proses mengatur
unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut.
Menurut Piaget, bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia
tidak akan mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.
d.
Ruang, waktu, dan kecepatan
Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak
sudah mengerti tentang urutan ruang dengan melihat interval jarak suatu benda.
Pada umur 8 tahun anak sudah dapat mengerti relasi urutan waktu dan juga
koordinasi dengan waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep
waktu dan kecepatan.
e.
Penalaran
Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada
tahap ini jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang
terjadi. Pada tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan dalam melihat
persoalan secara menyeluruh.
f.Sosialisme.
Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu
egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai
pikiran lain.
4) Formal Operation.
(sekitar 11-15 tahun ke atas)
Pada tahap ini, anak bisa menangani situasi hipotetis, dan proses berpikir mereka tidak
lagi tergantung hanya pada hal-hal yang langsung dan riil. Pemikiran pada tahap
ini semakain logis. Jadi, aparatus mental yang dimilikinya makin canggih namun
aparatus ini dapat diarahkan ke solusi berbagai problem kehidupan yang tiada
berkesudahan. Serta dapat mengambil kesimpulan lepas dari
apa yang
dapat diamati saat itu.
Menurut Piaget tahap ini merupakan
tahap terakhir dalam perkembangan kognitif. Sifat pokok tahap
operasi formal adalah:
a.
Pemikiran Deduktif
Hipotesis
Pemikiran deduktif adalah pemikiran
menarik kesimpulan yang spesifik dari sesuatu yang umum. Kesimpulan benar hanya
jika premis-premis yang dipakai dalam pengambilan keputusan benar. Alasan deduktif
hipotesis adalah alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan yang
ditarik dari premis-premis yang masih hipotetis. Jadi, seseorang yang mengambil
kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan
dengan kenyataan yang real. Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat mendeteksi
adaanya pemikiran yang logis, meskipun para remaja sendiri pada kenyataannya
tidak tahu atau belum menyadari bahwa cara berpikir mereka itu logis. Dengan
kata lain, model logis itu lebih merupakan hasil kesimpulan Piaget dalam
menafsirkan ungkapan remaja, terlepas dari apakah para remaja sendiri tahu atau
tidak.
b.
Metode Ilmiah
Pada tahap pemikiran ini, anak sudah
mulai dapat membuat hipotesis, menentukan eksperimen, menentukan variabel
control, mencatat hasil,
dan menarik kesimpulan. Disamping itu mereka sudah dapat memikirkan sejumlah
variabel yang berbeda pada waktu yang sama.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat
tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
- Universal (tidak terkait budaya)
- Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
- Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
- Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
- Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif
5. Teori Piaget Dipergunakan dalam Pembelajaran IPA
a.
Mulailah dari hal-hal yang
konkret, yaitu kegiatan aktif mempergunakan
pancaindra dengan benda nyata atau konkret.
b. Penata awal, yaitu suatu informasi umum
mengenai apa yang akan diajarkan, agar
murid mempunyai kerangka kerja
untuk mengasimilasikan informasi baru ke dalam struktur kognitifnya.
c. Pergunakanlah kegiatan yang bervariasi karena murid mempunyai tingkat perkembangan kognitif yang berbeda dan gaya
belajar yang berlainan.
6. Penerapan Teori Piaget dalam Pembelajaran IPA
Menurut Piaget, ada sedikitnya tiga hal yang perlu
diperhatikan oleh guru dalam merancang pembelajaran di kelas, terutama dalam
pembelajaran IPA. Ketiga hal tersebut adalah :
a.
Seluruh anak melewati tahapan
yang sama secara berurutan ;
b.
Anak mempunyai tanggapan yang
berbeda terhadap suatu benda atau kejadian ;
c.
Apabila hanya kegiatan fisik yang
diberikan kepada anak, tidaklah cukup untuk menjamin perkembangan intelektual
anak.
7. Cara Pembelajaran IPA Berdasarkan Teori Jean Piaget
a.
Guru harus selalu memperhatikan
setiap siswa apa yang mereka lakukan, apakah mereka melaksanakan dengan benar,
apakah mereka tidak mendapatkan kesulitan.
b.
Guru harus berbuat seperti apa
yang Piaget perbuat yaitu memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan
sendiri jawabanya, sedangkan guru harus selalu siap dengan alternatif jawaban
bila sewaktu-waktu dibutuhkan.
c. Pada akhir pembelajaran, guru mengulas kembali bagaimana siswa dapat menemukan
jawaban yang diinginkan
Contoh penerapan teori Piaget dalam pembelajaran IPA SD
Kelas/Semester : V/1
Sumber : Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013
Subtema : Wujud Benda dan Cirinya (dalam pembelajaran 2)
Kompetensi Dasar : Mendeskripsikan sifat-sifat benda padat, cair dan
gas.
Tujuan pembelajaran: Dengan melakukan percobaan untuk menguji
perubahan wujud benda dengan sistematis dan
penuh rasa ingin tahu siswa dapat mengetahui dan
menjelaskan wujud dan sifat benda serta
perubahan wujudnya dengan pemikiran logis
dengan cermat dan teliti.
Deskripsi
Kegiatan :
1.
Kegiatan
berdiskusi
·
Siswa
kemudian bekerja secara kelompok beranggotakan 4 orang.
·
Siswa
mengamati beberapa jenis wujud benda yang telah mereka ketahui.
·
Siswa
diminta berdiskusi dan menuliskan hasil pemahaman mereka tentang wujud benda,
sifat benda dan memberikan contohnya, serta perubahan wujud benda.
2.
Kegiatan
eksplorasi
·
Siswa
selanjutnya melakukan percobaan dengan beberapa petunjuk aktivitas yang telah
diberikan. Siswa diperbolehkan bereksplorasi menggunakan bahan yang berbeda dan
memberi perlakuan yang berbeda.
·
Siswa
diminta mengamati proses dalam percobaan dan menulisnya dalam bentuk suatu
laporan.
·
Siswa
mempresentasikan hasil percobaan dan laporan mereka di depan kelas.
3.
Siswa diingatkan
untuk bersikap hati-hati dan menjaga keselamatan diri dan teman-temannya selama
kegiatan berlangsung.
Hasil
yang diharapkan:
Melalui kegiatan
ini diharapkan:
·
Siswa
diharapkan timbul sikap rasa ingin tahu dan terampil mencari informasi serta
melakukan suatu pengamatan dan mencatat hasilnya secara sistematis.
·
Siswa
dapat bekerja sama dan berpikir secara saintifik dan dan sistematis dalam
melakukan percobaan secara bertahap dan proses pengamatan mereka.
·
Siswa
dapat mencari dan mencatat hasil temuan mereka dalam laporan hasil percobaan dengan teliti
dan sistematis.
DAFTAR
RUJUKAN
http://nandaridek.blogspot.co.id/2015/03/landasan-teori pembelajaran-ipa.html, diakses tanggal 31 Maret 2016.
Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta.
Rineka Cipta,
2005.
Nurdin, A.E. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta. EGC, 2011.
http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-belajar-piaget.pdf, diakses tanggal 1 April 2016.
Yamin, Martinis. Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta. Penerbit
Referensi. 2013.
http://www.asikbelajar.com/2013/01/piaget-tahap-operasional-konkret.html, diakses tanggal 31 Maret 2016.
http://sdn-mojoruntut-2.blogspot.co.id/2013/03/teori-belajar-dalam-pembelajaran-ipa-di.html, diakses tanggal 30 Maret 2016.
http://taufikhidayat93.blogspot.co.id/2015/01/makalah-teori-piaget-dan-penerapannya.html, diakses tanggal 31 Maret 2016.
https://adinafirda.wordpress.com/2012/06/08/teori-piaget-mengenai-pembelajaran-ipa/, diakses tanggal 1 April 2016.
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif, diakses tanggal 31 Maret 2016.
0 komentar:
Posting Komentar