BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Komunikasi
Secara etimologi komunikasi berasal
dari Bahasa latin yaitu “communis”
yang artinya sama (Mulyana, 2000, h: 41). Dari arti kata ini kemudian arti
komunikasi berkembang menjadi sejumlah definisi yang dikemukakan oleh para ahli
komunikasi. Dane Larson sebagaimana dikuti oleh Pace and Fawles (1994, h: 17)
mencatat terdapat definisi komunikasi yang dipublikasikan. Jumlah ini tentu
saja belum termasuk definisi yang dikemukakan oleh penulis lokal.
Masing –masing definisi memiliki
kelebihan dan kekurangannya dan saling memperkuat. Seperti diingatkan oleh
black and haroldsen (1979, h: 3): “sementara komunikasi merupakan konsep yang
digunakan secara luas, setiap orang hendaknya mengetahui bahwa tidak ada
kesepakatan yang tuntas diantara para ahli tentang dimensi istilah itu.” Oleh
sebab itu ada baiknya disini dikemukakan beberapa definisi komunikasi untuk
memperoleh gambaran yang luas dan komprehensif tentang arti komunikasi sebagai
berikut :
Bernard
Berelson dan Gary A.
Steiner (Mulyana, 2003, h: 26) : “komunikasi: transmisi informasi, gagasan
emosi, keterampilan, dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol,
kata-kata, gambar, grafik, dan sebagianya. Tindakan atau proses transmisi
itulah biasanya disebut komunikasi .
Gerald
R. Miller (Mulyana) : “komunikasi terjadi dari suatu sumber
menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk
memengaruhi perilaku penerima.”
Astrid
susanto (kariyoso, 1994, h: 6) : “komunikasi adalah proses
pengoperan lambing-lambang yang mengandung arti.
Keith
Davis (kariyoso) : “komunikasi adalah proses lewatnya
informasi dan pengertian seseorang ke orang lain.
Dari beberapa definisi diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa dalam konteks belajar dan pembelajaran komunikasi
merupakan sarana penting bagi seorang guru dalam menyelenggarakan proses
belajar dan pembelajaran dimana guru dapat membangun pemahaman siswa tentang
materi yang diajarkan. Melalui komunikasi guru sebagai sumber menyampaikan
informasi yaitu tantang materi pelajaran kepada siswa dengan menggunakan
simbol-simbol baik lisan, maupun tulisan, dan Bahasa non verbal, sebaliknya
siswa akan menyampaikan berbagai pesan sebagai respon kepada guru sehingga
terjadi komunikasi dua arah guna meningkatkan keberhasilan komunikasi untuk
mencapai tujuan pembelajaran yaitu perubahan tingkah laku dalam diri
siswa. Komunikasi ini sejalan dengan
pendapat R. Wayne Pace, Brant D. Peterson, dan M. Dallas Burnet (Effendy, 1984:
hal 32) yang menyatakan bahwa tujuan sentral komunikasi terdiri atas : “to
secure the understanding to established acceptance” dan “to motivate action”.
B. Model-model
Komunikasi
Sebagaimana definisi diatas ,
banyak juga pakar komunikasi yang mengajukan model komunikasi untuk membantu
memahami arti, proses, unsur, penggunaan, dan tujuan komunikasi. Sebab gambaran
akan diperkenalkan tiga model sebagaimana dirangkum berikut ini.
1.
Model Komunikasi
Lasswell
Lasswell seorang pakar komunikasi
pada tahun 1948 mengetengahkan model komunikasinya melalui pernyataannya yang
sangat popular yaitu “who says in which channel to whom with what effect?
(Mulyana, 2003, h: 136).
Dalam konteks belajar dan
pembelajaran, dari pernyataan Lasswell tersebut terdapat tiga hal yang dapat
digaris bawahi. Pertama
unsur komunikasi yang terdiri dari
Who :
Pengirim atau komunikator atau orang yang
menyampaikan pesan atau guru
Says what :
Pesan atau materi pelajaran
On what chanel : Media atau alat bantu mengajar
To whom it may concern : Penerima atau komunikan atau siswa
At what effect : Dampak atau hasil komunikasi atau
hasil
belajar siswa
kedua , model
komunikasi Lasswell tidak melibatkan umpan balik atau “feedback” sehingga bersifat komunikasi satu arah dari guru kepada
siswa. Gaya
komunikasi ini dalam belajar dan pembelajaran kurang dapat diterima karena akan
menyebabkan siswa pasif dan kurang membangkitkan daya kritisnya. Akibatnya
hasil belajar dan pembelajaran kurang maksimal.
Ketiga, Model komunikasi Lasswell tidak
mempertimbangkan gangguan komunikasi. Model ini menggambarkan bahwa proses
komunikasi akan selalu berhasil, padahal dalam kenyataannya banyak faktor yang memengaruhi
keberhasilan komunikasi termasuk dalam proses belajar dan pembelajaran.
2.
Model Komunikasi
schramm
Ada dua hal yang harus digaris bawahi
dari model komunikasi schramm (Ginting, 2004, h:21-220) sebagai
berikut :
Pertama schramm memperkenalkan
gagasan tentang penyandian atau encoding atau penyandian ulang atau decoding.
Penyadian adalah proses pengemasan pesan atau maksud oleh pengirim atau
komunikator ke dalam susunan simbol-simbol tertentu seperti Bahasa, tulisan,
gerak tubuh, dan Bahasa non verbal .
Penyandian
ulang adalah proses sebaliknya, yaitu menginterpretasikan kode-kode atau
simbol-simbol ke dalam makna oleh penerima atau komunikan. Dalam konteks
belajar dan pembelajaran guru harus mengemas materi pelajaran yang akan
disampaikan ke dalam bentuk simbol-simbol atau kalimat yang dapat dengan mudah
diinterpretasi oleh siswa.
Kedua, model schramm memerhitungkan
pengaruh pengalaman atau field of
experience yang dimiliki oleh komunikator atau komunikan dalam mendukung
keberhasilan komunikasi. Dalam konteks belajar dan pembelajaran, salah satu
aspek komunikasi yang harus dipertimbangkan oleh guru sebagai komunikator dalam
mengemas pesan adalah jenjang dan luasnya pengalaman siswa sebagai komunikan
dalam konteks materi pelajaran yang akan disampaikan, kesalahan dalam
penyesuaian pesan dengan latar belakang pengalaman siswa akan berakibat
terjadinya salah pengertian atau miscommnunication
atau bahkan kegagalan komunikasi atau communication
breakdown.
C. Fungsi
Komunikasi
Liliweri (2004,
h: 66-77) mengemukakan bahwa secara umum ada empat fungsi komunikasi dalam
organisasi. Keempat fungsi komunikasi tersebut dapat diadopsi ke dalam konteks
belajar dan pembelajaran sebagai dikemukakakn berikut ini :
1. To
tell atau mejelaskan
Komunikasi
berfungsi menginformasikan atau menjelaskan materi pelajaran termasuk
informasi-informasi lain yang diperlukan siswa dalam proses pendidikannya
2. To
sell atau menjual gagasan
Komunikasi
berfungsi menjual isi kurikulum yang meliputi system nilai, gagasan, fakta, dan
sikap yang diharapkan akan diadopsi atau dimiliki oleh siswa.
3. To
learn atau belajar
Komunikasi
berfungsi sebagai sarana yang diperlukan baik oleh siswa maupun guru untuk
belajar tentang kompetensi yang diperlukannya, tentang dirinya, tentang orang
lain, dan tentang lingkungannya.
4. To
decide atau memutuskan
Fungsi
ini berkaitan dengan bagaimana guru, siswa, dan masyarakat sekolah lainnya
memutuskan mengkomunikasikan keputusannya tentang pilihan-pilihan yang
dibuatnya, pendistribusian tanggung jawab dan hak, kebijakan, dan lain
sebagainya.
D. Unsur-unsur
Komunikasi
Merujuk kepada
berbagai definisi dan model komunikasi, terdapat sejumlah unsur-unsur
komunikasi sebagaimana diuraikan berikut ini:
1. Pengirim
atau komunikator
Komunikator adalah yang
menginisiasi pengirim pesan.Dalam konteks belajar dan pembelajaran peran
sebagai komunikator ini dapat diperankan oleh guru maupun siswa. Sehingga
terjadi komunikasi dua arah, ketika guru meyampaikan materi pelajaran kepada
siswa, ia berperan sebagai komunikator siswa sebagai komunikan, sebaliknya jika
siswa bertanya atau menyampaikan jawaban pertanyaan kepada guru, siswa sebagai
komunikatordan guru sebagai komunikan. Dilihat dari segi kompetensi komunikasi,
keberhasilan komunikasi diantaranya ditentukan oleh dua faktor :
a. Kemampuan
komunikator dalam mengemas pesan yang akan disampaikan
b. Kemampuan
komunikan dalam menginterpretasikan pesan yang diterimanya
2. Penyandian
atau encoding
Yaitu proses yang dilakukan oleh
komunikator untuk mengemas maksud atau pesan yang ada dalam pikiran seseorang
menjadi simbol-simbol : suara, tulisan, gerakan tubuh, untuk dapat dikirimkan
kepada komunikan. Dalam belajar dan pembelajaran yang akan disampikannya kepada
siswa harus dalam bentuk tulisan, ucapan, gerakan.
a) Pesan
atau message
Adalah maksud atau informasi yang
akan disampaikan oleh komunikator kepada komunikan melalui simbol-simbol. Jadi
dapat dikatakan bahwa pesan adalah sesuatu atau makna yang terkandung dalam
simbol-simbol.Pesan inidapat berbentuk verbal atau ucapan dan tulisan, atau
berbentuk non verbal berupa gerak tubuh atau ekspresi wajah. Dalam belajar dan
pembelajaran, pesan ini adalah materi pelajaran
b) Saluran
dan media
Saluran adalah tempat dimana pesan
dalam bentuk simbol-simbol tadi dilewatkan dari komunikator ke komunikan.Bagi
manusia saluran komunikasi ini diantaranya panca-indera yang dapat berupa
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, dan rasa. Oleh sebab itu manusia
dapat mengirimkan pesan secara tertulis melalui surat, papan tulis, buku, faxicimile,
dan lain sebagainya. Pesan dalam bentuk suara dapat disampaikan secara langsung
atau melalui pengeras suara, cassette recorder, CD player, radio, dan lain
sebagainya.Pesan dalam bentuk audio visual dapat disampaikan lewat film
projector, TV, dan lain sebagainya. Semua ini dapat digunakan dalam proses
belajar dan pembelajaran.
c) Penyandian
ulang atau decoding
Yaitu proses yang dilakukan oleh
komunikan untuk menginterpretasikan simbol-simbolyang diterimanya menjadi
makna. Pemahaman penerima terhadap pesan yang diterimanya merupakan hasil
komunikasi. Pemahaman siswa tentang penjelasan guru atau sebaliknya
interpretasi guru terhadap jawaban siswa adalah proses penyandian ulang atau
decoding
d) Penerima
atau komunikan
Adalah penerima pesan atau individu
atau kelompok yang menjadi sasaran komunikasi.Ketika guru memberikan penjelasan
kepada siswa, maka siswa berperan sebagai komunikan, sebaliknya, ketika siswa
menyampikan jawaban atas pertanyaannya atau usulan kepada guru, maka guru lah
yang berperan sebagai komunikan.
e) Umpan
balik atau feedback
Adalah informasi yang kembali dari
komunikan ke komunikator sebagai respon terhadap pesan yang disampikan oleh
komunikator. Dari hasil umpan balik ini komunikator dapat mengetahui pemahaman
dan reaksi komunikan terhadap pesan yang dikirimnya, dengan adanya umpan balik
ini akan terbentuk arus komunikasi dua arah
Dalam konteks pendidikan, umpan
balik ini sangat penting artinya bagi kenerhasilan belajar dan pembelajaran.
Dengan adanya umpan balik dari siswa, guru akan mengetahui apakan materi yang
disampaikan telah difahami dana pa kesulitan siswa dalam memahami jika ada
selanjutnya tindakan remedial apa yang perlu dilakukannya.
Sebaliknya, umpan bali, dari guru
misalnya dalam bentuk nilai atas hasil kerja siswa akan mengingatkan kepada
siswa sampai sejauh mana penguasaannya terhadap materi yang sedang dipelajari.
Berdasarkan umpan balik tersebut siswa dapat memutuskan tindakan apa yang harus
dilakukan untuk meningkatkan hasil belajarnya jika kurang memuaskan.
E. Hambatan
Komunikasi
Hambatan komunikasi adalah tidak
ada jaminan bahwa pesan yang kirimkan oleh komunikator akan diterima oleh
komunikan sebagaimana yang dimaksud oleh komunikator.
Terdapat empat
hambatan dalam komunikasi yaitu :
1.
Hambatan Semantik
Hambatan atau gangguan semantik
atau gangguan bahasa yaitu gangguan yang di akibatkan oleh kesalahan dalam
menfsirkan pesan oleh komunikan.Hal ini disebabkan oleh pemakaian kata dan tata
bahasa yang tidak tepat, serta perbedaan pengertian terhadap istilah
tertentu.Sehingga, tidak jarang pesan diterima sebagaimana yang dikirimkan
tetapi maknai secara berbeda oleh penerima.
2.
Hambatan Saluran
Hambatan saluran adalah hambatan
yang mempengaruhi keutuhan fisik simbol – simbol yang dikirimi oleh komunikator
kepada komunikan.
3.
Hambatan Sistem
Hambtana sistem adalah pesan yang
disampaikan tidak akan tiba pada pihak yang memerlukan informasi yang tepat dan
cepat jika tidak tersedia sistem formal yang efektif.
4.
Hambatan Hubungan Interpersonal
Terkait dengan hambatan sistem,
sikap seseorang dalam memandang dan manfaat komunikasi akan menentukan apakah saling
mendukung atau menghindar terjadinya komunikasi.
F.
Arah
Komunikasi
Dalam proses dn pembelajaran ada
tiga arah komunikasi yang mungkin terjadi baik secara terpisah maupun secara
kebersamaan. Ketiga arah komunukasi tersebut adalah :
1. Komunikasi
satu arah
Dalam
belajar pembelajaran
yang bernuansa komunikasi satu arah, penyampaian pesan atau informasi atau
gagasan berlangsung hanya satu arah dari guru ke siswa. Siswa tidak diberi kesempatan untuk
menyampaikan gagasan dan guru juga tidak berusaha mengajukan pertanyaan untuk
di jawab oleh siswa.
2. Komunikasi
dua arah
Dalam
belajar dan pembelajaran yang bernuansa komunikasi dua arah, penyampaian pesan
atau informasi atau gagasan berlangsung hanya dua arah dari guru ke siswa.Siswa
diberi kesempatan untuk menyampaikan gagasannya. Guru berusaha mengajukan
pertanyaan untuk di jawab oleh siswa.
3. Komunikasi
multi arah
Komunikasi terjadi antara guru dengan semua siswa dan diantarasesama siswa. Keuntungan yang diperoleh
melalui komunikasi dua arah juga
diperoleh dalam komunikasi ini. Lebih dari ini, model komunikasi ini
mengatasi kelemahan kedua model komunikasi terdahulu yaitu keterbatasan guru.Keterbatasan guru dapat diatasi oleh
terjadinya dua hubungan siswa dengan siswa yaitu kolaborasi dan kooperasi.Kolaborasi adalah berbagi (sharing) pengalaman dan gagasan diantara sesama siswa dengan
kemampuan yang setara untuk mencapai keberhasilan bersama. Kooperasi adalah
kerjasama antara siswa yang berbeda tingkat kemampuannya dengan mana siswa yang
memiliki kemampuan rendah. Dalam kooperasi siswa yang memiliki kemampuan justru
akan lebih memantapkan pemahamannya tentang materi yang diajarkannya kepada
temannya.
G. Prinsip-Prinsip Komunikasi Efektif
1.
Prinsip
pertama : Respect
Prinsip pertama dalam mengembangkan
komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang akan
menjadi sasaran pesan yang di sampaikan. Guru dituntut dapat memahami bahwa ia
harus bisa menghargai setiap siswa yang dihadapinya. Rasa hormat dan
saling menghargai merupakan prinsip yang pertama dalam berkomunikasi dengan
orang lain karena pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap penting.
Membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati
akan dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang dapat
meningkatkan efektivitas kinerja guru baik sebagai individu maupun secara
keseluruhan sebagai tim.
Salah satu prinsip paling dalam
sifat dasar manusia adalah kebutuhan untuk dihargai.Penghargaan terhadap
individu adalah suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Ini adalah suatu rasa
lapar manusia yang tak terperikan dan tak tergoyahkan sehingga setiap individu
yang dapat memuaskan kelaparan hati tersebut akan menggenggam orang dalam
telapak tangannya. Selain itu penghargaan yang tulus terhadap individu dapat
membangkitkan antusiasme dan mendorong orang lain melakukan hal–hal terbaik.
Guru yang memberikan penghargaan secara tulus kepada para murid maka akan
dihargai pula oleh muridnya dan menjadikan proses belajar mengajar menjadi
sebuah proses yang menyenangkan bagi semua pihak.
2.
Prinsip
kedua: emphaty
Empati adalah kemampuan kita untuk
menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain.
Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita
untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau
dimengerti oleh orang lain. Dengan memahami dan mendengarkan orang lain
terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita
perlukan dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati
akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan
cara dan sikap yang akan memudahkan penerima pesan (receiver)
menerimanya. Komunikasi di dunia pendidikan diperlukan saling memahami
dan mengerti keberadaan, perilaku dan keinginan dari siswa. Rasa empati akan
menimbulakan respek atau penghargaan, dan rasa respek akan membangun
kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam membangun sebuah suasana kondusif
di dalam proses belajar-mengajar. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau
mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon
penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa
ada halangan psikologi atau penolakan dari penerima.
3.
Prinsip
ketiga: audible
Prinsip audible
berarti adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Berbeda dengan
prinsip yang kedua yakni empati dimana guru harus mendengar terlebih dahulu
ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible adalah
menjamin bahwa pesan yang disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan
dengan baik. Dalam rangka mencapai hal tersebut maka pesan harus di sampaikan
melalui media (delivery channel) sehingga dapat diterima dengan baik
oleh penerima pesan. Hal itu menuntut kemampuan guru dalam menggunakan
berbagai media maupun perlengkapan atau alat bantu audio-visual yang dapat
membantu supaya pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh para
murid.
4.
Prinsip
keempat: clarity
Prinsip clarity adalah
kejelasan dari isi pesan supaya tidak menimbulkan multi interpretasi atau
berbagai macam penafsiran.Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan
transparasi.Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak
ada yang ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya
(trust) dari penerima pesan. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap
saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme siswa
dalam proses belajar-mengajar. Dengan cara seperti ini siswa tidak akan
menganggap lagi proses belajar-mengajar sebagai formalitas tetapi akan
mengganggapnya sebagai sebuah kebutuhan pokok bagi kehidupannya.
5.
Prinsip
kelima: Humble
Prinsip kelima dalam membangun
komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsur
yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain,
biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Kerendahan hati
merupakan suatu cara agar orang lain merasa nyaman (care) karena ia
merasa sejajar sehingga memudahkan komunikasi dalam dua arah.
Komunikasi yang efektif dalam proses
pembelajaran sangat berdampak terhadap keberhasilan pencapaian tujuan.
Komunikasi dikatakan efektif apabila terdapat aliran informasi dua arah antara
komunikator dan komunikan dan informasi tersebut sama-sama direspon sesuai
dengan harapan kedua pelaku komunikasi tersebut.Jika dalam pembelajaran terjadi
komunikasi yang efektif antara pengajar dengan siswa, maka dapat dipastikan
bahwa pembelajaran tersebut berhasil.Sehubungan dengan hal tersebut, maka para
pengajar, pendidik, atau instruktur pada lembaga-lembaga pendidikan atau
pelatihan harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Kemampuan komunikasi
yang dimaksud dapat berupa kemampuan memahami dan mendesain informasi, memilih
dan menggunakan saluran atau media, serta kemampuan komunikasi antar pribadi
dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran sebagai subset dari
proses pendidikan harus mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan
kualitas pendidikan, yang pada ujungnya akan berpengaruh terhadap peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Agar pembelajaran dapat mendukung peningkatan
mutu pendidikan, maka dalam proses pembelajaran harus terjadi komunikasi yang
efektif, yang mampu memberikan kefahaman mendalam kepada peserta didik atas pesan atau materi belajar.
H. Jenis-jenis Komunikasi
Dalam bagian ini akan dibahas tentang berbagai jenis komunikasi yang
terkait dengan guru dalam belajar dan pembelajaran. Jenis komunikasi tersebut
meliputi :
1.
Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang dilakukan dengan
menggunakan simbol-simbol atau kata-kata baik lisan maupun tulisan. Komunikasi
verbal adalah komunikasi yang hanya dapat dilakukan oleh manusia. Dengan
manipulasi kata-kata manusia dapat mengomunikasikan berbagai pesan rumit
sekalipun seperti undang-undang, perhitungan matematika, sastra, dan ilmu
pengetahuan lainnya. Bahkan, salah satu ukuran intelektual manusia adalah
kemampuannya menyusun dan menyajikan tesis penelitian atau karya tulis ilmiah
lainnya. Oleh sebab itu, guru harus menguasai dengan baik cara melakukan
komunikasi verbal agar tidak terjadi hambatan semantik diantaranya ketika
berkomunikasi dengan siswa dalam belajar dan pembelajaran.
2.
Komunikasi Non-Verbal
Blake dan haroldsen (h:49) dengan
singkat mengemukakan bahwa : “ komunikasi non-verbal adalah penyampaian dari
pesan yang meliputi ketidakhadiran simbol-simbol atau perwujudan suara”.
Termasuk dalam komunikasi non-verbal adalah kontak mata, ekspresi wajah, gerak
tubuh, kedekatan jarak, suara yang bukan kata atau parabahasa, sentuhan, dan
cara berpakaian. Ada empat hal yang perlu dipahami berkenaan bahasa non-verbal
yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam menyelenggarakan belajar dan
pembelajaran yaitu :
a.
Komunikasi non-verbal terikat dengan kebudayaan
jadi bukan sifat instink manusiawi dan berbeda dari satu budaya ke budaya yang
lainnya (Blake dan Haroldsen, h: 49-50).
b.
Isyarat non- verbal mengungkapkan makna : para ahli
mengatakan bahwa porsi non-verbal
memberikan 70-90 arti yang ditarik orang dari pesannya. (hert, h: 112).
c.
Ketika pesan-pesan
non-verbal bertentangan dengan pesan verbal, kebanyakan orang memercayai
pesan non-verbal (Heart, H:116).
d.
Tidak ada bahasa yang lengkap dan sempurna di
dunia. Oleh sebab itu untuk melengkapi keterbatasan tersebut gunakanlah bahasa
non-verbal (Mulyana, h: 245).
Dari uraian
di atas dapat dipahami mengapa sebagaimana ditekankan oleh Gintings dalam
“micro teaching” atau latihan praktik mengajar guru harus menggunakan bahasa
tubuh seperti, movement, eye contact, dan
gesture untuk memperjelas pemahaman siswa dan juga untuk memberikan kesan
guna memotivasi siswa. Dengan penggunaan bahasa non- verbal lebih banyak alat
indera yang dilibatkan dalam proses komunikasi dibandiingkan dengan hanya
menggunakan bahasa verbal.
3.
Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi
dalam interaksi langsung atau tatap muka antara beberapa pribadi dengan
menggunakan bahasa verbal dan non-verbal. Keuntungan komunikasi antar pribadi
menurut Blake dan Haroldsen (h:30) adalah dapat dimanfaatkan semua pava indera
dan juga dapat diperolehnya dengan segera umpan balik. Dengan demikian, dampak
komunikasi termasuk kesalahan penafsiran dapat dengan segera pula diketahui dan
dikoreksi.
Diantaranya hambatan yang dapat terjadi terjadi dalam komunikasi antar
pribadi adalah sikap komunikasi masing-masing individu yang terlibat dalam
komunikasi, perbedaan tingkat dan bidang pengalaman atau pengetahuan, perbedaan
interest terhadap topik yang dibicarakan, perbedaan budaya, dan perbedaan
status. Hambatan-hambatan ini harus diperhatikan dengan serius oleh guru karena
sangat potensial terjadi ketika guru membangun komunikasi dengan siswa dalam
belajar dan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Guru harus
berusaha memperoleh gambaran tentang perbedaan dan persamaan yang ada diantara
sesama siswa. Berdasarkan gambaran tersebut guru dapat menciptakan iklim
komunikasi yang kondusif bagi tercapainya hasil belajar secara maksimal.
Untuk meningkatkan efektifitas komunikasi antar pribadi perlu diperhatikan
faktor-faktor berikut ini (Kumar, 2000, h:121-122) :
a.
Keterbukaan (Openess)
b.
Empati (Empathy)
c.
Dukungan (supportiveness)
d.
Rasa positif (Positiveness)
e.
Kesetaraan (Equality)
4.
Komunikasi Intrapribadi
Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung antara individu
dengan dirinya sendiri. Komunikasi intra pribadi ini sangat diperlukan bagi
seorang guru untuk memahami peran, tanggung jawab, kewajiban, dan hak-haknya
sebagai guru. Dengan komunikasi intrapribadi guru dapat melakukan instropeksi
atau self evaluation tentang seberapa besar manfaat kehadirannya dalam
kehidupan dan masa depan siswa. Komunikasi intrapribadi juga merupakan sarana
bagi guru untuk menyadari kelemahan dankelebihannya berkenaan dengan
pelaksanaan tugas dan fungsi profesinya. Keberhasilan tugas yang
dikomunikasikan ke dalam diri secara arif dan bijaksana akan menumbuhkan
kebanggaan profesi yang positif terhadap kelanjutan pengabdiannya sebagai guru.
5.
Komunikasi Organisasi
Dalam konteks profesi guru, komunikasi organisasi adalah komunikasi yang
terkait dengan kedudukan guru sebagai unsur sekolah dan lebih luas lagi sebagai
anggota profesi. Terkait dengan itu, pemerintah melalui Departemen Pendidikan
nasional mendorong tumbuh kembangnya organisasi profesi guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Di samping PGRI sebagai organisasi tertua dan telah
banyak berjasa bagi kehidupan guru, kini telah banyak pula hadir asosiasi guru
yang berbasis bidang studi. Sebelumnya, pemerintah juga telah menginisiasi
organisasi non-formal dalam bentuk kelompok kerja guru dan tenaga kependidikan
lainnya seperti KKG (Kelompok Kerja Guru), MGMP (Musyawarah Guru Mata
Pelajaran), KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah), KKPS (Kelompok Kerja Pengawas
Sekolah). Dalam kalangan dosen dikenal pula ISP (Ikatan Sarjana Pendidikan
Indonesia). Semua organisasi tersebut adalah wadah bagi guru untuk bertukar dan
berbagi pengalaman dalam profesinya termasuk dalam upaya meningkatkan belajar
dan pembelajaran di sekolah masing-masing.
Mengingat manfaat dari eksistensi organisasi tersebut, maka pemerintah
melalui Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan
dalam beberapa tahun terakhir telah membantu peningkatan kualitas kegiatan
kelompok kerja guru dan tenaga kependidikan lainnya. Bantuan tersebut diberikan
melalui program pendampingan dan pemberian subsidi dana “Block Grant” untuk
mendukung terselenggaranya pendidikan dan pelatihan dan kegiatan peningkatan
profesionalisme lainnya. Kegiatan kelompok kerja ini oleh pemerintah dilihat
sebagai salah satu bentuk CPD (Continuous
Professional Development) atau Pengembangan Profesionalisme Berkelanjutan
bagi guru dan tenaga Kependidikan lainnya.
6.
Komunikasi Antar Budaya
Indonesia adalah negara Bhineka Tunggal Ika yang terdiri dari puluhan
etnis, kelompok bahasa, dan kelompok-kelompok lainnya yang dapat dijadikan
dimensi yang membedakan satu dengan lainnya. Di samping itu Indonesia adalah
bagian dari kehidupan dunia yang semakin mengglobal. Mobilitas manusia dalam
konteks antar negara dan ras juga semakin meningkat. Dampaknya, berlkumpulnya
sejumlah individu yang berbeda suku, agama, bahkan ras di sekolah bahkan di
kelas tidak dapat terelakkan. Sekolah dan kelas menjadi tempat terbentuknya
masyarakat multi-budaya. Oleh sebab itu guru harus memiliki wawasan dan
kompetensi mengelola komunikasi multi budaya di tempat mana ia mengabdi. Untuk
itu, dalam bab ini akan dikemukakan berbagai aspek praktis tentang kompetensi
komunikasi antar budaya. Isi bab ini terutama dirangkum dari sebuah buku yang
membahas secara komprehensif tentang komunikasi antar budaya yang ditulis oleh
pakar kelas dunia dalam bidang tersebut yaitu Larry A. Samovar dan Richard E.
Porter dengan judul : “Communication
Between Culture”.
a.
Definisi Komunikasi Antar Budaya
Samovar dan Porter mendefinisikan komunikasi antar budaya sebagai berikut :
“...intercultural communication involves
interaction between people whose cultural perceptions and symbol systems are
distinct enough to alter the communication event”. Jadi komunikasi antar
budaya melibatkan interaksi antar manusia yang perbedaan persepsi dan sistem
simbolnya cukup berpengaruh terhadap peristiwa komunikasi. Dari definisi
diatas, ada tiga esensi yang dapat dielaborasi sebagai berikut ini.
Pertama, bahwa sekalipun secara fisik dan tanda-tanda lainnya dua kelompok
atau lebih memiliki perbedaan, namun jika perbedaan tersebut tidak menimbulkan
pengaruh terhadap kelancaran komunikasi maka ketika individu dari kedua
kelompok tersebut berkomunikasi kurang tepat dikategorikan sebagai komunikasi
antar budaya.
Kedua, terdapat kemungkinan dihindarkannya pengaruh negatif dari perbedaan
budaya dalam proses komunikasi antar kelompok yang berbeda apabila
kelompok-kelompok yang terlibat mau memahami dan menerima perbedaan diantara
mereka dan menggunakan budaya baru yang mengupayakan adanya “common ground” sebagai jembatan budaya
sehingga ketika berkomunikasi masing-masing kelompok berada pada posisi sama
tinggi dan duduk sama rendah. Dengan sikap seperti itu, ketika terbentur dengan
masalah perbedaan budaya, semua pihak berupaya mencari persamaan dan menekan
perbedaan, bukan sebaliknya.
Ketiga, budaya dalam konteks komunikasi antar budaya tidak terbatas hanya
pada konteks etnis, suku, atau ras. Budaya yang dimaksud disini mengandung arti
yang lebih luas yaitu budaya kelompok. Kelompok disini diartikan sebagai
sekumpulan individu yang memiliki beberapa persamaan yang memengaruhi sikap dan
perilakunya termasuk perilaku komunikasi. Sebagai contoh, individu-individu
yang selama bertahun-bertahun bekerja di suatu perusahaaan akan memiliki
karakteristik yang khas sebagai pengaruh kebersamaannya di perusahaan tersebut.
Oleh sebab itu, setiap individu pada hakekatnya memiliki perilaku multibudaya
di dalam dirinya. Implikasinya, setiap manusia adalah harus dipandang sebagai
individu yang unik dalam konteks komunikasi antar budaya.
b.
Elemen Budaya
Samovar dan
Porter (h:31-32) mengemukakan ada lima elemen budaya yaitu :
a)
Sejarah
b)
Agama
c)
Nilai-nilai
d) Organisasi
sosial
e)
Bahasa
Kelima
elemen ini secara bersama-sama memengaruhi perilaku seseorang. Namun, kadar
pengaruh setiap elemen bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Oleh
sebab itu, sejumlah individu yang datang dari budaya yang sama memiliki
beberapa karakteristik atau respon yang sama terhadap setimulus yang sama,
tetapi juga memiliki karakteristik yang berbeda sehingga secara bersamaan akan
memerlihatkan respon lain yang berbeda yang menjadi ciri khasnya.
I.
Guru dan Komunikasi Dalam
Belajar dan Pembelajaran
Setelah dibahas dengan cukup luas mengenai berbagai aspek teknik
komunikasi, perlu dikemukakan tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang
guru sehubungan dengan membangun komunikasi yang kondusif dalam belajar dan
pembelajaran. Sehubungan dengan itu, ada sejumlah saran kepada guru untuk
diterapkan dalam pelaksanaan tugas profesinya.
Pertama, untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan tugas dalam
menyelenggarakan belajar dan pembelajaran. Guru harus memiliki kompetensi
komunikasi karena komunikasi merupakan sarana dalam belajar dan pembelajaran.
Diantaranya kompetensi komunikasi yang harus dikuasai guru adalah
a.
Kemampuan menggunakan bahasa pengantar yang efektif
dan efisien, serta disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Kemampuan bahasa
ini diperlukan dalam mengemas pesan agar mudah dipahami oleh siswa dan
sebaliknya memahami pesan yang disampaikan siswa.
b.
Mengatur irama suara melalui pengaturan variasi
nada dan kecepatan agar tidak membosankan siswa. Kebiasaan penyampaian materi
dengan suara yang datar dan monotone akan
sangat dirasakan oleh siswa terutama ketika guru menyampaikan materi dengan
kompleksitas tinggi atau pada waktu menjelang pelajaran usai.
c.
Menggunakan bahasa non-verbal seperti gerakan tubuh
(body language) atau gesture dan
movement serta ekspresi lainnya untuk memberikan kesan dan tekanan terhadap
materi penting yang disampaikan. Dengan dukungan bahasa non-verbal, maka lebih
banyak alat indera siswa yang diaktifkan dan dengan sendirinya semakin banyak
materi sajian yang terserap oleh siswa.
Kedua, guru
harus meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki kompetensi komunikasi yang baik
sebagai syarat untuk mampu melakukan komunikasi yang produktif dalam arti
efektif dan efisien. Seorang guru harus mampu mengemas pesan-pesan pembelajaran
dengan baik meliputi susunan kalimat, tata bahasa, pemilihan istilah hingga
menyesuaikan kemasan dengan latar belakang dan kemampuan dan pengalaman siswa.
Kegagalan guru dalam melakukan komunikasi yang tepat hanya akan membuat
kegiatan belajar dan pembelajaran yang diselenggarakan kurang bermanfaat baik
bagi dirinya maupun bagi siswa.
Ketiga,
guru harus menjamin bahwa semua siswa memiliki kesempatan dan memiliki
keberanian mengemukakan pendapatnya dalam diskusi atau kegiatan belajar
lainnya. Dengan demikian akan tercipta arus komunikasi yang multi arah sehingga
semua siswa dapat mengekspresikan potensinya secara maksimal. Terkait dengan
hal ini, guru harus mampu mendeteksi terjadinya hambatan komunikasi terutama
akibat dominasi siswa atau kelompok siswa tertentu terhadap siswa atau kelompok
siswa lainnya. Dalam konteks pergaulan di sekolah, dalmpak lebih luas dari
dominasi ini adalah terjadinya “bulimia”
yaitu eksploitasi kelompok siswa tertentu terhadap kelompok siswa lainnya.
Keempat,
disamping itu guru harus pula mampu membaca adanya rasa rendah diri pada
sebagian siswa yang menyebabkannya enggan berpartisipasi dalam komunikasi
dengan sesama temannya maupun dengan guru. Ketertutupan ini akan menyebabkan
siswa tersebut kurang memiliki kesempatan memeroleh manfaar dari kegiatan
belajar dan pembelajaran melalui kegiatan yang bersifat kooperatif dan
kolaboratif. Ketertutupan juga layak dikhawatirkan menjadi sebab siswa akan
menghadapi kesulitan dalam kehidupan sosialnya kelak di kemudian hari. Dalam
kasus seperti ini, guru harus mampu memilih dan memberikan motivasi yang paling
tepat sesuai dengan pribadi dan latar belakang siswa agar dengan sikap seperti
itu meningkatkan keterbukaan hati dan rasa percaya diri serta mendorongnya agar
aktif berkomunikasi dengan guru dan sesama siswa lainnya.
Kelima,
bagaimanapun kelas merupakan tempat dimana kehidupan berbangsa dan bernegara
ditanamkan dalam jiwa siswa. Dalam konteks masyarakat Indonesia sebagai bangsa
yang pluralis, guru harus menciptakan iklim komunikasi yang mencerminkan kehidupan
yang Bhineka Tunggal Ika. Lebih tegas lagi, guru harus mampu menciptakan kelas
sebagai miniatur NKRI melalui penciptaan iklim komuniaksi yang kondusif. Dengan
demikian sebagaimana ditekankan oleh Unesco, bahwa pendidikan diantaranya
ditujuan untuk membentuk siswa yang mampu untuk “to live together” atau hidup bersama secara setara dan saling
membantu.
BAB III
PENUTUP
1.1 KESIMPULAN
Pembelajaran
sebagai subjek proses pendidikan harus mampu memberikan kontribusi terhadap
peningkatan kualitas pendidikan, yang pada ujungnya akan berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Agar pembelajaran dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan, maka dalam proses
pembelajaran harus terjadi komunikasi yang efektif, yang mampu memberikan
kepahaman mendalam kepada peserta didik atas pesan atau materi belajar.
Komunikasi
efektif dalam pembelajaran merupakan proses transformasi pesan berupa ilmu
pengetahuan dan teknologi dari pendidik kepada peserta didik, dimana peserta
didik mampu memahami maksud pesan sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan, sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
menimbulkan perubahan tingkah laku menjadi lebih baik. Pengajar adalah
pihak yang paling bertanggungjawab terhadap berlangsungnya komunikasi yang
efektif dalam pembelajaran, sehingga sebagai pengajar dituntut memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik agar menghasilkan proses pembelajaran yang
efektif.
Kartikasari, Claudia. 2014. Makalah Pengertian Komunikasi
Pembelajaran, (Online),
(http://clautikaa.blogspot.co.id/2014/09/makalah-komunikasi-pembelajaran.html),
diakses tanggal 24 Februari 2016
Putra, Awan Dwi. 2015. Prinsip Komunikasi Pembelajaran,
(Online), (http://ilmupengetahuan446.blogspot.co.id/2015/03/prinsip-komunikasi-pembelajaran.html), diakses tanggal 24 Februari 2016
Gintings, Abdorrakhman. 2008. Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Humaniora
jazakalloh , materi ini sanagt bemanfaat terimakasih, mohon ijin ane pake untuk dijadikan bahan mata ajar
BalasHapus