Kamis, 02 Juni 2016

PENANAMAN NILAI – NILAI MENMAKALAH GHARGAI DAN MENGHORMATI PERBEDAAN DALAM PEMBELAJARAN PKN MELALUI MODEL VTC ( VALUE CLARIFICATION TEHNIQUE ) DI SEKOLAH DASAR





BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kemerosotan moral dan memudarnya nilai-nilai kearifan bangsa yang pada  jaman dahulu menjadi pondasi bagi keanggunan bangsa Indonesia di mata Internasional, sehingga saat ini menjadi kegelisahan semua lapisan masyarakat. Fenomena ini dirasakan sekali perubahannya ketika era demokrastisasi dijalankan Indonesia pada tahun 2008 lalu. Pada prinsipnya, demokratisasi tidaklah identik dengan liberalisasi. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa praktik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat mencerminkan perilaku liberalisasi. Menurut Cholisin (2011) dan Budimansyah (2007); perilaku liberalisasi banyak dipengaruhi
Pola perekonomian liberal (neo liberal) yang dicirikan tiga hal, yakni:  pragmatisme, individualisme, dan materialisme. Hal ini berdampak pada berkembangnya sikap dan perilaku politik transaksional dan kartel. Sikap dan perilaku politik yang demikian, politik dijadikan komoditas untuk memperoleh keuntungan kekuasaan dan material yang sebesar-besarnya bagi diri dan kelompoknya. Kemudian ketika ada penyimpangan yang dilakukan di antara mereka, di atasi dengan cara saling menutupi.
Pada ranah sosial, dampak sistem ekonomi neo liberal tersebut telah menggerogoti nilai-nilai karakter bangsa yang bersandarkan pada Pancasila dengan lima pilar di dalamnya, yakni: Ketuhanan, Kemanusian, Persatuan, Kerakyatan Permusyawaratan, dan Keadilan sosial. Gejala kemerosotan nilai-nilai karakter Pancasila tersebut dapat dengan mudah ditemukan dalam kehidupan masyarakat yang banyak diwarnai oleh sikap individualisme, penggunaan kekerasan dalam pemecahan masalah, kehancuran rumah tangga karena tidak adanya nilai-nilai keteladanan, dan lain sebagainya.
Melihat situasi yang sedemikian memprihatinkan itu, Pemerintah melalui Kemendikbus telah mencanangkan revitalisasi pendidikan karakter dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015,  yaitu Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional (Tim Pendidikan Karakter, 2010).
Menurut Ramly (2011);  pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Hal ini sekaligus untuk mendukung perwujudan cita-cita  yang diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.  Belum lagi ditambah  dengan  berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa dewasa ini, mendorong pemerintah untuk memprioritaskan pendidikan karakter bangsa.
Karakter adalah nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat-istiadat, dan estetika. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah yang meliputi pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilainilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Tim Pendidikan Karakter, 2010)
Martin Luther King, Jr., dalam sebuah ceramahnya di Morehouse Colege 1948 menegaskan:  “We must remember that intelligence is not enough. Intelligence plus character—that is the goal of true education”.  Kutipan “ceramah” filosuf handal tersebut menegaskan satu hal bahwa parameter keberhasilan sebuah pendidikan tidak cukup hanya melahirkan siswa yang memiliki kecerdasan secara intelektual saja, namun diperlukan intelejensi tambahan yakni karakter, inilah tujuan dari sebuah pendidikan (Freeforum.org, 2012). Sementara itu, Down berdasarkan pengalamannya di berbagai  negara menyimpulkan, bahwa tujuan pendidikan itu ada dua, yakni: membantu anak-anak muda menjadi pintar dan membantu mereka menjadi orang yang baik. Lebih lanjut, Down menegaskan;  karakter yang baik tidak bisa dibentuk secara otomatis. Ia dibentuk melalui proses waktu dalam pendidikan yang berkelanjutan, melalui teladan, belajar dan praktik
(“Good character is not formed automatically; it is developed over time through a sustained process of teaching, example, learning and practice. It is developed through character education”).
Dalam konteks Indonesia, pendidikan karakter saat ini sangat penting dilakukan bagi anak-anak muda di tengah derasnya gempuran pengaruh negatif dari media massa dan lingkungan. Menyadari kondisi  itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan telah melakukan langkah yang mendorong dunia pendidikan untuk mulai mengintegrasikan pendidikan karakter  dalam proses pendidikan. Terkait dengan hal itu,  posisi guru PKn dalam mengajarkan pendidikan karakter sangat strategis dalam membangun kepribadian siswa menjadi generasi muda yang tidak hanya memiliki kecerdasan secara intelektual saja, namun juga kebaikan karakter sosial, moral, dan agama.
B.     Rumusan Masalah
Dari beberapa uraian pada latar belakang masalah di atas, penulis menemukan beberapa permasalahan yang memerlukan pembahasan lebih mendalam, yaitu :
1.      Bagaimanakah Penanaman Nilai – Nilai Menghargai dan Menghormati Perbedaan dalam Pembelajaran Pkn di Sekolah Dasar Melalui Model VCT ( Value Clarification Tehnique) ?
C.    Tujuan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Secara terperinci, tujuan dari penulisan adalah :
1.      Untuk Mengetahui Penanaman Nilai – Nilai Menghargai dan Menghormati Perbedaan dalam Pembelajaran Pkn di Sekolah Dasar Melalui Model VCT ( Value Clarification Tehnique)




BAB 11
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) merupakan mata pelajaran yang lebih identik dengan pembentukan sikap dan nilai moral. Berdasarkan observasi pratindakan di sekolah negeri dalam pembelajaran PKn menunjukkan bahwa hasil belajar yang di capai siswa masih rendah. Selain itu, model pembelajaran yang digunakan guru kurang bervariasi yaitu Ceramah, Tanya jawab, dan Penugasan, sehingga kurang aktif dalam dalam pembelajaran dan cenderung bosan mengikuti pelajaran.
Oleh karena itu dalam pembelajaran PKn, siswa dibina untuk membiasakan atau melakoni isi pesan materi PKn. Agar tujuan dapat berjalan dengan baik maka sebagai guru PKn hendaknya menjadi teladan dalam ber-PKn dengan menunjukkan contoh prilaku yang diharapkan ditiru dan dilaksanakan siswa dalam kehidupan disekolah dan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pembelajaran PKn penggunaan berbagai macam model pembelajaran yang tersedia, tentu saja harus disesuaikan dengan karakteristik tujuan pembelajaran, karakteristik materi, situasi dan lingkungan belajar siswa, tingkat perkembangan dan kemampuan belajar siswa, waktu dan kebutuhan belajar bagi siswa itu sendiri. Dalam PKn dikenal suatu model pembelajaran yaitu, VCT. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang lebih identik dengan pembentukan sikap dan nilai moral. Berdasarkan pembahasan di atas maka pemakalah akan membahas tentang penanaman nilai – nilai menghargai dan menghormati perbedaan dalam pembelajaran Pkn di sekolah dasa melalui model VCT ( Value, Clarification Tehnique ).
B.     Pengertian Model Pembelajaran VCT
VCT adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Karena itu, pada prosesnya VCT berfungsi untuk:
a)      Mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai;
b)      Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya;
c)      Menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya.
Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.
Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique)atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.Mengapa perlu pembelajaran VCT ? Pola pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral;  kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan  menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
C.    Tujuan model VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral
VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan :
1)      Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai.
2)      Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya.
3)      Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa.
4)      Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena;
1)      Mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral;
2)      Mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan;
3)      Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata;
4)      Mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya;
5)      Mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan;
6)      Mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang;
7)      Menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
D.    Hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT
VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehai-hari di masyarakat. Dalam praktik pembelajaran, VCT dikembangkan melalui proses dialog antara guru dan siswa. Proses tersebut hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, Sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog yaitu :
1)      Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik.
2)      Jangan memaksa siswa untuk memberi respons tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya.
3)      Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, Sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya.
4)      Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas.
5)      Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, Sehingga ia menjadi defensif.
6)      Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu.
7)      Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam.
E.     Sistem pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran VCT
Sistem pendukung adalah penunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Sistem pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut.
1)      Tersedianya perpustakaan yang dapat mendukung proses pembelajaran.
2)      Adanya sumber belajaran yang lain dan narasumber yang dapat dimanfaakan oleh siswa
F.     Langkah Model Pembelajaran VCT
John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan Value clarification technique (VCT) dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkat, setiap tahapan dijelaskan sebagai berikut.
1)      Kebebasan Memilih, Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu:
a)      Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh
b)      Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas;
c)      Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.
2)      Menghargai, Terdiri atas 2 tahap pembelajaran, yaitu;
a)      Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian dari dirinya;
b)      Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menggagap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain.
3)      Berbuat, Pada tahap ini, terdiri atas 2 tahap, yaitu;
a)      Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya
b)      Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.
G.    Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Frye (2002) dan Alberta (2005) mendefinisikan karakter sebagai watak yang melandasi perilaku individu dalam merespon stimulasi dari luar dirinya dengan moralitas yang baik. Dengan demikian dalam karakter terdapat tiga elemen penting, yakni: pengetahua moral (moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral behavior).  Definisi ini menegaskan adanya konsistensi ketiga aspek dalam diri seseorang antara pengetahuan, internalisasi dalam diri, dan refleksi dalam perilakunya.
Sementara itu Suyanto (2010) menyatakan; pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action),  tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dinyatakan  bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia (Sapriya, 2012). Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6)  kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10)  semangat  kebangsaan, (11)  cinta  tanah  air, (12) menghargai  prestasi, (13)  bersahabat/komunikatif, (14)  cinta damai, (15)  gemar  membaca, (16)  peduli  lingkungan, (17)  peduli  sosial,  dan (18) tanggung jawab.
H.    Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Sekolah Dasar
Pendidikan karakter pada anak Sekolah Dasar , dewasa ini sangat di perlukan di karenakan saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa. Karakter di sini adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang , bepikir, bersikap dan bertindak. Kebajikan tersebut berupa Sejumlah nilai moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat pada orang lain, disiplin, mandiri, kerja keras, kreatif.
Berbagai permasalahan yang melanda bangsa be­la­kangan ini ditengarai karena jauhnya kita dari karakter. Jati diri bangsa seolah tercabut dari akar yang sesungguhnya. Se­hingga pendidikan karak­ter menjadi topik yang hangat di bicarakan belakangan ini. Menurut Prof Suyanto Ph.D dalam web yang penulis akses, karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mem­pertang­gungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pembentukan karakter meru­pakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini atau Sekolah Dasar karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa, berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria,  komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.
Sejatinya pendidikan karakter ini memang sangat penting dimulai sejak dini. Sebab falsafah menanam sekarang menuai hari esok adalah sebuah proses yang harus dilakukan dalam rangka membentuk karakter anak bangsa. Pada usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age) terbukti sangat menen­tukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50 persen variabilitas kecer­dasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia empat tahun. Peningkatan 30 persen berikutnya terjadi pada usia delapan tahun, dan 20 persen sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.
Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertum­buhan karakter anak. Setelah keluar­ga, di dunia pendidikan karakter ini sudah harus menjadi ajaran wajib sejak sekolah dasar.
Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa di kemudian hari. Karakter anak-anak yang terbentuk sejak sekarang akan sangat menentukan karakter bangsa di kemudian hari. Karakter anak-anak akan terbentuk dengan baik, jika dalam proses tumbuh kembang mereka mendapatkan cukup ruang untuk mengekspresikan diri secara leluasa.
I.       Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran PKn
PKn sebagai pendidikan karakter merupakan salah satu misi yang harus diemban. Misi lain adalah sebagai pendidikan politik/pendidikan demokrasi, pendidikan hukum, pendidikan HAM, dan bahkan sebagai pendidikan anti korupsi. Dibandingkan dengan mata pelajaran lain, mata pelajaran PKn dan Agama memiliki posisi sebagai ujung tombak dalam pendidikan karakter. Maksudnya dalam kedua mata pelajaran  itu, pendidikan karakter harus menjadi tujuan pembelajaran. Perubahan karakter peserta didik merupakan usaha yang disengaja/direncakan, bukan sekedar dampak ikutan/pengiring (Draf Panduan Guru Mata pelajaran PKn, 2010). Hal ini dapat ditunjukkan bahwa komponen PKn adalah pengetahuan, keterampilan dan karakter kewarganegaraan. Dengan kata lain, tanpa ada kebijakan pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam berbagai mata pelajaran, PKn harus mengembangkan pendidikan karakter (Winataputra, 2007; Budimansyah, 2007). Lebih-lebih dengan adanya kebijakan pengembangan pendidikan karakter yang terintegrasi, maka hal ini merupakan tantangan untuk menunjukkan bahwa PKn sebagai ujung tombak yang tajam bukan tumpul bagi pendidikan karakter.
PKn sebagai pendidikan karakter dapat dikenali dari konsep, tujuan, fungsi, tuntutan kualifikasi dan keunikan PKn itu sendiri. PKn (Civic Education) adalah pembelajaran yang menggugah rasa ingin tahu dan kepercayaan (trust) terhadap norma–norma sosial yang mengatur hubungan personal dalam masyarakat sebagaimana mengatur partisipasi politik (Alberta, 2005). PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 194”. Adapun tujuan PKn bagi siswa adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:
1)      Berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
2)      Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi;
3)      Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
4)      Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter masyarakat agar dapat hidup bersama dengan bangsa lainnya;
Sementara fungsi PKn adalah  sebagai  wahana untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Cholisin, 2011). Dalam kaitan itu, pemerintah melalui Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru, memberikan standar kualifikasi kompetensi guru PKn yang bersifat khusus meliputi: (1)  memahami materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan  yang mendukung mata pelajaran PKn;  (2)  memahami substansi PKn yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai dan sikap kewarganegaraan (civic disposition), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skills); dan (3) menunjukkan manfaat mata pelajaran PKn. Keunikan PKn  yang demikian  digambarkan  oleh  Potter (2002), yaitu memiliki tiga keunikan yang membedakannya dengan mata pelajaran lain, yaitu: (1) linked with other subject, maksudnya sekolah harus mendukung secara eksplisit untuk mengkaitkan PKn dengan mata pelajaran lain; (2)  a way of life, maksudnya PKn harus mengakar dalam pandangan hidup dan etos sekolah secara keseluruhan; dan (3) partcipation, maksudnya PKn memerlukan generasi muda (young people) untuk belajar melalui partisipasi dan pengalaman nyata.
Secara komprehensif, Cholisin (2011) menguraikan komponen substansi PKn yang meliputi: pengetahuan kewarganegaraan, ketrampilan kewarganegaraan dan karakter kewarganegaraan. Dengan demikian PKn telah memiliki kawasan pembelajaran sendiri yang khas. Hal ini disebabkan dalam taksonomi Bloom, karakter merupakan aspek afektif, padahal karakter tidak hanya memiliki dimensi sikap tetapi juga perilaku/tindakan yang telah menjadi watak/perilaku sehari-hari. Begitu pula ketrampilan kewarganegaraan yang pada intinya merupakan ketrampilan partisipasi/keterampilan sosial (versi CCE termasuk di dalamnya ketrampilan intelektual), tidak terdapat dalam taksonomi Bloom. Hal ini yang merupakan latar belakang PKn harus memiliki kawasan pembelajaran yang merupakan komponen substansi PKn. Terkait dengan hal itu, proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosio-kultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.Adapun nilai-nilai karakter untuk mata pelajaran PKn meliputi nilai karakter pokok dan nilai karakter utama. Nilai karakter pokok  meliputi;  kereligiusan, kejujuran, kecerdasan, ketangguhan, kedemokratisan, dan kepedulian. Sedangkan nilai karakter utama  meliputi:  nasionalis, kepatuhan pada aturan sosial, menghargai keberagaman, kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, bertanggungjawab, berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, dan kemandirian (Dirjendikmen, 2011).


















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Penanaman Nilai – Nilai Menghargai dan Menghormati Perbedaan dalam Pembelajaran Pkn di Sekolah Dasar Melalui Model VCT ( Value Clarification Tehnique) adalah salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pancapaian pendidikan nilai. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik.
Pendidikan Karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kami
Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini atau Sekolah Dasar karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur. Sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertum­buhan karakter anak. Setelah keluar­ga, di dunia pendidikan karakter ini sudah harus menjadi ajaran wajib sejak sekolah dasar.
Pendidikan karakter dalm pembelajaran PKn sebagai ujung tombak dalam pendidikan karakter., pendidikan karakter harus menjadi tujuan pembelajaran. Perubahan karakter peserta didik merupakan usaha yang disengaja/direncakan, bukan sekedar dampak ikutan/pengiring. Pembelajaran PKn yang menggugah rasa ingin tahu dan kepercayaan (trust) terhadap norma–norma sosial yang mengatur hubungan personal dalam masyarakat sebagaimana mengatur partisipasi politik . PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 194”.



















DAFTAR PUSTAKA
Fatmawati , Nastiti Linda , 2012 , Sumbangan Pkn Terhadap Pendidikan Karakter Siswa Sekolah Dasar http://nalfamigi.blogspot.co.id/2012/10/sumbangan-pkn-terhadap-pendidikan.html. Diakses pada tanggal 26 november 2015
Susiatik , Titik, 2013, Pengaruh Pembelajaran PKn Terhadap Pembentukan Karakter Siswa http://download.portalgaruda.org/article.php?article=251820&val=6766&title=Pengaruh%20Pembelajaran%20PKn%20Terhadap%20Pembentukan%20Karakter%20Siswa.Diakses pada tanggal 26 November 2015
https://eprints.uns.ac.id/20715/3/bab2.pdf. Diakses pada tanggal 26 November 2015

Restarianti , Lusi, 2013, Inovasi Pembelajaran Pkn Dengan Model Vct (Value Clarification Tehnique) http://lusi1cpgsdust.blogspot.co.id/2013/11/inovasi-pembelajaran-pkn-dengan-model.html. Diakses pada tanggal 08 Desember 2015


 









Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Pengunjung

Flag Counter
Diberdayakan oleh Blogger.